21 June 2010

Stasiun Tanjung Priok (Romantika Kota Tua Jakarta#1)





Berdiri di utara Jakarta, hanya sepelemparan batu dari Pelabuhan Tanjung Priok, dan tak dapat dipisahkan dari terminal bis dengan nama sama yang ada didepannya. Stasiun Tanjung Priok, setelah sekian lama terlelap berselimut debu, tak peduli dengan kesibukan pelabuhan, keruwetan terminal, dan kekumuhan pemukiman di sekitarnya, pada 2009 resmi dibuka kembali dan beroperasi layaknya stasiun komersil yang lain.

Dahulu kala, stasiun ini merupakan gerbang kota Batavia, letaknya yang persis di muka pelabuhan, menjadi penghubung laut dengan kota Batavia yang berada di selatannya, dan kota2 lain di Jawa, diantaranya Buitenzorg (Bogor kini).

Dan Minggu pagi, 20 Juni, dua orang teman mengajakku menengok peninggalan penuh sejarah itu. Dengan waktu yang singkat karena memang belum berniat berlama2 di situ, sedikit rekaman gambar menceritakan "denyut nadi" Stasiun Tanjung Priok kini, tepatnya rekaman di seputar peron utama. Diawali dengan bertemu petugas keamanan dan Kepala Stasiun, kami menyampaikan izin "berwisata", dan dengan sedikit basa-basi kami berpura2 layaknya pelancong beneran, ahahahaaa....


kawan "penginyongan" yang mengajakku jalan pagi itu, Ipung & Dani.



"Akhir Perjalanan"
Peron utama hanya terdiri dari 6 lajur spoor, berujung pada stopper.

"Menerobos"
Cahaya matari yang menerobos masuk dari sela atap, struktur bangunan yang indah, keadaannya yang lengang, lebih tepat menggambarkan stasiun ini sebagai cagar budaya, dan nampaknya lebih baik begitu, daripada sebuah stasiun komersial. Keindahan bangunan utama yang berlanggam art deco, hall utama, selasar, lobi, peron, sepur, semua terjaga kebersihannya, hanya ada beberapa sampah teronggok dan masih manusiawi.


"Bersilang"
Hanya ada 6 lajur sepur yang ada di stasiun ini, senyap dan damai.


"Melihatmu"
Menara, kembali aktif setelah sekian lama terlelap dari tugas-tugasnya mengatur dan mengawasi lalu lintas kereta.


"Menunggu"
Hanya ada Kertajaya dan sebuah kereta barang yang menunggu perintah jalan pagi itu.


"Sekali Sehari"
Memandikan Kertajaya, sebelum menempuh ratusan kilometer menuju ujung timur Jawa.


"Taman Mimpi"
Tunawisma yang menjadikan stasiun sebagai rumah, berselimut debu.

"Taman Mimpi 2"
Berselimut debu, dari bawah Kertajaya.


"Full AC"
Emplasemen stasiun layaknya hotel, angin laut yang berhembus damai membius 'manusia stasiun' ini terlelap dalam beralaskan lantai polos.


"Full AC 2".

"37, 38, 39"
Tuas pengatur perpindahan sepur, dari sini petugas pengatur menentukan arah sepur yang akan dilewati kereta.

"Menahan"
Di stopper ini semua kereta yang masuk stasiun mengakhiri perjalannya.

"Ngerumpi"
Entah apa yang mereka bicarakan, yang jelas kedua anak kecil itu nampak begitu menikmati harinya.


Ahaaaaa....setelah sejenak melihat2 stasiun, sekedar bernarsis dengan latar belakang KRL yang meninggalkan stasiun.

Di bawah menara pengawas.

Ahhhh, terlalu sebentar ternyata meluangkan 2 jam di pagi itu, masih banyak bagian stasiun yang belum kami jamah, hall utama, ruang dansa, bunker penuh misteri di bawah stasiun, sampai kehidupan masyarakat pesisir di sekitar stasiun. Lain waktu barangkali akan lebih luang bagi kami kesana. Sambil berharap Stasiun Tanjung Priok masih tetap bersih, senyap dan damai seperti pagi itu.

4 comments:

  1. MAster... *sembah2* *sun tangan*

    ReplyDelete
  2. hiahahahahaaaa...sapa kiyeh, master, tabiks master....
    diajari nganggo shutter release ya, katrok kiyeh.

    ReplyDelete
  3. settt... deneng kancanan karo ipung. lah jebul dunyane muter muter bae ora adoh adoh koh. hihihi

    ReplyDelete
  4. haiyahahaa...lha kiye kancanan awit jaman bodhol biyen, mangan turu bareng awit 2001, nguli adoh2 ya bareng. nek sampeyan ipung wis sering crita, "sesepuhe" BHI jare, sayang urung sempet ketemu, salam Kang Bangsari...

    ReplyDelete

Search Box