08 July 2010

Because It’s There





“Because It’s There”, rangkaian kata yang menjadi sangat popular bagi para pendaki gunung (penjelajah pada umumnya), “karena dia disana”, jawaban yang sederhana lugas dan mencerminkan sebuah keadaan yang tidak bisa digambarkan dengan kata2 lagi ketika muncul pertanyaan “kenapa anda naik gunung?”. “Because it’s there” adalah 3 kata yang diungkapkan George Leigh Mallory, saat ditanya oleh New York Times alasan mendaki Mount Everest pada awal 1920-an.

Mountaineering atau lebih dikenal dengan pendakian gunung dalam bahasa sehari-hari, bagi sebagian orang tampak seperti aktivitas yang konyol. Saat sebagian besar orang sedang terlelap berselimut dalam kehangatan di atas tempat tidur pada musim hujan, para pendaki gunung biasanya sedang bergelung diiris udara dingin yang setajam pisau, atau berselimut mantel yang tetap tak mampu menjaga tubuh tetap kering saat hujan turun. Saat sebagian orang sedang menikmati berkumpul dengan keluarga dirumah, sebagian lain pendaki memacu otot dan otak menapaki permukaan bumi yang miring setapak demi setapak menuju puncak. Dan hanya sebagian kecil dari pendaki gunung yang dapat menceritakan alasan mendaki gunung, sebagian besar lainnya bisa dikatakan sepakat dengan Mallory.

Pendakian gunung hanyalah salah satu dari berbagai aktivitas yang biasa disebut “outdoor activities”. Arung jeram, penelusuran gua, panjat tebing, penelusuran pantai, jelajah gunung hutan, diving, snorkeling, sampai sekedar jalan2 wisata yang popular dengan istilah “backpacking”. Berbagai aktivitas tersebut identik dengan kenikmatan bercumbu dengan alam, namun memang pendakian gunung (bagiku) memiliki nilai ‘spiritualitas’ yang berbeda.

Ketenangan yang tercipta di puncak sebuah gunung, menghayalkan damainya mayapada yang diceritakan dalang, dan sejenak bisa menjadi pintu kematian saat lengah. Anginnya yang dingin menusuk tulang, ngilu, namun memberikan ketenteraman yang luar biasa. Sengat matari yang membakar kulit, sejenak akan menjadi sinar kehangatan yang meredakan batin dari kepenatan.

Hanya beberapa gunung yang pernah kudaki, itupun gunung dengan ketinggian di atas 3000mdpl dan tak lebih dari 3500mdpl, tapi saya selalu mencintai hal-hal yang berkaitan dengan gunung, cerita-cerita tentangnya, eksotisme gunung,sampai tragedi-tragedi pada pendakian gunung. Into Thin Air, Three Cups of Tea, sampai kisah mengharubiru tentang Soe Hok Gie dan Norman Edwin.

Hingga sampai saat ini, saat waktu susah berkompromi dengan keinginan, hasrat untuk menikmati eksotisme gunung dengan hutan dan lembah2nya masih menggebu-gebu, entah sampai kapan bisa benar terwujud keinginan itu. Dan tak terbayang pula apakah badan yang telah begitu rapuh digerogoti aktivitas harian ini bisa toleran diajak berlelah barang sejenak. Yang pasti, tak akan luntur kecintaanku pada gagahnya gunung yang menjulang tinggi, tegar menantang badai hidup.

Dan untuk itu, hanya ada satu alasan, “because it’s there”.

10 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. "...Hanya beberapa gunung yang pernah kudaki, itupun gunung dengan ketinggian di atas 3000mdpl dan tak lebih dari 3500mdpl..."

    diantara beberapa itu, 1 atau 2 gunung kita daki bareng

    ReplyDelete
  3. hiahahaaa...iya kamerad, entah kapan bisa kita mendaki lagi...semoga masih ada asa, sekedar mencumbui pasirnya....

    ReplyDelete
  4. fietta anggita15 July 2010 at 12:04

    aku bukan pendaki gunung ato pecinta alam...aku hanya penikmat alammm..............
    kangen naek bareng kalian...apalagi kalo udh jam 11 malem "top secret" dimulai...rebutan sleeping bag...menatap hujan bintang...

    whhoaaaaaa.....*big hug for Tba*

    ReplyDelete
  5. keluarga besar TBa...memang luar "buasa", hahahaa...dari sabang sampe meroke

    * Abdi, di Sabang
    * Ranto, di Batam
    * Umar, di Kalteng
    * Riana, di Kalteng (ya iyalah...)
    * Ipung, di Jakarta
    * Fietta, di Jakarta
    * Topan, menjaga kandang kita
    * Elva, di Magelang
    * Yudha, di Semarang
    * Mery, di Semarang
    * Ira, di Sukabumi
    * Erwin, di Semarang
    * Ronald, dimana kau brader???
    * Desi, dimana juga kau sista?
    * Hans, damai disana ya bro....

    ReplyDelete
  6. koreksi:
    yuda di pekalongan.
    maryati (msh) di smrg, ga tau kalo diboyong ke solo. lols

    ReplyDelete
  7. wokeh koreksine, mantebh...ya whereever, ai miss yu ol lah bros n sists...

    ReplyDelete
  8. begitu dekat...begitu nyata.....
    dan semua cerita 9 tahun lalu hy mjd bagian dari lembar-lembar cerita album kenangan TBa...

    Hy mereka yang pnh merasa"rindu" yang begitu memaknai arti pertemanan....

    wwhhoooaaaaa *berderai air mata ++ ngelap ingus..srukk..srukk..*

    ReplyDelete
  9. ana apa kiye.. deneng rame pisan *ngopi*

    ReplyDelete
  10. lhakiye nembe nongol lengobh-e/...
    *ngeteh*

    ReplyDelete

Search Box