Walaupun Indonesia terkaya di dunia, tetapi selama sains tiada merdeka, seperti politik negaranya, maka kekayaan Indonesia tidak akan menjadikan penduduk Indonesia senang, melainkan semata-mata akan menyusahkannya, .... (Madilog, Tan Malaka)
16 May 2012
Hak Seorang Ibu Menyusui di Kantornya, Sudahkah?
Ibu Menyusui, Antara Kewajiban Sebagai Ibu dan Karyawati
Pemberian air susu ibu (ASI) ekslusif saat ini merupakan tren positif di masyarakat, tak terkecuali ibu menyusui yang berstatus karyawati sebuah perusahaan. Terbukanya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pemberian ASI eksklusif untuk bayi didasari pemahaman bahwa pemberian makan terbaik untuk bayi memiliki beragam manfaat yang sangat penting diantaranya menurunkan risiko infeksi akut seperti diare, pneumonia, infeksi telinga, influenza, meningitis, infeksi saluran kemih, dan berbagai potensi penyakit lainnya. Memang saat ini pemberian imunisasi juga telah menjadi alternatif dalam pencegahan penyakit, namun pemberian ASI ekslusif tetaplah tidak dapat tergantikan oleh imunisasi. Hal inilah yang menjadi kewajiban seorang ibu untuk memberikan ASI ekslusif kepada bayinya, dan juga lingkungannya yang harus mendukung pemberian ASI ekslusif tersebut.
Pada sisi yang lain, saat ini seorang ibu yang berstatus sebagai pekerja (karyawati) juga merupakan suatu kelaziman. Kondisi ini menimbulkan permasalahan yang kecendurungannya belum dapat diatasi oleh sebagian besar IBU menyusui untuk secara ekslusif memberikan ASI kepada bayi di sela-sela kesibukan bekerja yang sangat menyita waktu. Bagi sebuah kantor, memberikan waktu cuti kepada seorang ibu dari masa persiapan kelahiran sampai masa setelah kelahiran merupakan suatu keharusan, secara umum 3 (tiga) bulan. Namun 3 bulan tersebut tentunya masih kurang karena pemberian ASI ekslusif idealnya adalah 6 bulan untuk pemberian ASI penuh dan sampai 2 tahun untuk pemberian ASI dan makanan pendamping ASI. Kondisi inilah yang mengharuskan seorang ibu menyusui yang bekerja harus pintar menyiasati keterbatasan waktu memberikan ASI secara langsung. Sebagai contoh perhitungan kasar mengenai perbandingan waktu bersama bayi dengan waktu bekerja bagi seorang karyawati yang sedang menyusui adalah 12 jam bersama bayi (yang masih dikurangi waktu istirahat dan aktivitas lain di rumah) dan 12 jam waktu di tempat bekerja (termasuk waktu perjalanan berangkat dan pulang kantor). Komposisi waktu tersebut tentu sangat tidak ideal apabila diukur dari intensitas pemberian ASI ekslusif kepada bayi.
Salah satu solusi untuk tetap memberikan ASI ekslusif kepada bayi adalah dengan memerah ASI di sela-sela waktu bekerja dan membekukannya dalam wadah ASI (botol) untuk diberikan di waktu yang lain kepada bayi (melalui sendok atau dot). Solusi ini tentunya membutuhkan berbagai faktor pendukung untuk dapat dilakukan secara optimal demi tetap dapat memberikan ASI ekslusif kepada bayi, diantaranya fasilitas pojok ASI (ruang laktasi) sebagai tempat memerah ASI, peralatan memerah dan wadah penyimpan ASI yang higienis, serta dukungan dari lingkungan sekitar (suami, keluarga dan teman sekantor).
Fasilitas Bagi Ibu Menyusui
Sebagaimana disampaikan di atas, pemberian ASI ekslusif melalui pembekuan ASI memerlukan berbagai faktor pendukung, diantaranya fasilitas khusus bagi seorang ibu menyusui. Dewasa ini, telah banyak institusi baik negeri maupun swasta yang menyediakan ruang laktasi di gedung kantornya, namun tak sedikit yang masih belum memiliki fasilitas tersebut. Ruang laktasi ini diperlukan untuk memberikan kesempatan secara khusus bagi seorang karyawati yang menyusui untuk memerah ASI. Ruang ini dibutuhkan karena dalam proses memerah ASI dibutuhkan ruang dan kondisi yang nyaman bagi seorang ibu. Fasilitas lain yang juga diperlukan oleh seorang karyawati yang menyusui adalah ketersediaan waktu yang cukup untuk dapat menyusui atau memerah ASI di waktu kerja.
Negara telah mengatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa “Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja”. ketentuan Pasal 83 UU Ketenagakerjaan tersebut dapat diartikan pula tersedianya waktu untuk memerah ASI bagi ibu yang menggunakan cara pembekuan ASI.
Ketiadaan fasilitas ruang laktasi maupun ketersediaan waktu yang cukup akan memberikan dampak signifikan bagi proses pemberian ASI yang dilakukan oleh seorang ibu yang bekerja. Banyak ibu yang menyiasati dengan memanfaatkan ruang-ruang tertentu yang ada di perkantoran seperti ruang rapat, ruang perpustakaan, bahkan toilet yang tentunya memiliki permasalahan sendiri-sendiri. Ruang rapat dan perpustakaan memang dapat menjadi alternatif untuk menyusui atau memerah ASI, namun kondisi berbeda tentunya apabila ruang rapat atau perpustakaan menjadi fasilitas yang sering digunakan untuk aktivitas bekerja oleh orang lain. Lebih berbahaya lagi adalah menyusui atau memerah ASI di toilet karena tempat ini merupakan salah satu tempat yang paling banyak mengandung bakteri ataupun kotoran-kotoran lain yang dapat mengkontaminasi ASI.
Ketersediaan ruangan khusus menyusui atau memerah ASI akan berdampak sangat besar bagi kualitas dan kuantitas pemberian ASI oleh seorang ibu yang bekerja, selain faktor mendasar lain yaitu asupan gizi ibu menyusui itu sendiri. Menyusui atau memerah ASI sangat dipengaruhi oleh kondisi psikologis ibu, menyusui atau memerah ASI daalam keadaan nyaman, tenang, dan dalam waktu serta tempat yang semestinya akan meningkatkan kualitas dan kuantitas ASI. Kenyamanan seorang ibu yang bekerja untuk memberikan ASI, langsung atau tidak langsung, akan berdampak pada kinerja karyawab tersebut yang tetap fokus bekerja karena kebutuhannya sebagai seorang ibu menyusui sudah tercukupi.
Keharusan Menyediakan Ruang Laktasi di Gedung Perkantoran
Bulan Maret 2012 ini menjadi bulan yang menggembirakan bagi para ibu menyusui, Pemerintah telah mengeluarkan peraturan khusus yang mengatur mengenai pemberian ASI ekslusif yakni Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Ekslusif. Peraturan ini merupakan turunan dari peraturan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pasal 128 ayat (2) dan ayat (3) UU ini mengatur bahwa “Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus”, dan “Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum”. UU ini juga menjamin hak bayi untuk mendapatkan ASI secara ekslusif yang lalu dituangkan dalam PP tentang Pemberian ASI Ekslusif di atas.
Dalam hubungannya dengan penyediaan fasilitas untuk ibu menyusui di kantor, PP di atas mengatur bahwa pengurus tempat kerja harus menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan/atau memerah ASI sesuai dengan kondisi kemampuan perusahaan. Tempat kerja yang dimaksud dalam PP ini adalah perusahaan, perkantoran milik Pemerintah, Pemerintah daerah, maupun swasta. Selanjutnya PP ini juga mengharuskan pengurus tempat kerja untuk wajib memberikan kesempatan kepada ibu yang bekerja untuk memberikan ASI Eksklusif kepada bayi atau memerah ASI selama waktu kerja di tempat kerja dan untuk melaksanakannya harus membuat peraturan internal. Dari ketentuan yang diatur dalam PP di atas, sudah seharusnya perusahaan menyediakan fasilitas yang memadai sesuai kemampuan perusahaan untuk menyediakan fasilitas khusus untuk karyawati yang menyusui atau memerah ASI selama waktu dan di tempat kerja.
Dengan ketersedian fasilitas, baik sarana maupun instrumen peraturan internal, diharapkan adanya kenyamanan dan jaminan bagi para karyawati menyusui untuk memberikan ASI, langsung atau tidak langsung, yang diharapkan akan menciptakan suasana kerja yang kondusif dan peningkatan kinerja karyawati bersangkutan. Dukungan dari lingkungan formal ini tetap harus didukung oleh lingkungan informal berupa dukungan dari rekan kerja dan atasan karyawati yang menyusui.
*untuk Bunda Kirana sang Pejuang ASI
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
saya rasa yang harus lebih diperjuangkan penyediaan chilren care dikantor kantor. itu lebih holistik
ReplyDeletekalo menyediakan ruang buat "nyusoni" yang nyaman aja susah, bagaimana dengan children care?
Deletepadahal uu nya dah ada sejak 2009 : UU No 36/2009 tentang Kesehatan, pasal 128 ayat 3 memberi mandat penyediaan fasilitas khusus ruang ibu dan bayi diadakan di tempat kerja dan sarana umum. - temenmu di kesra-
ReplyDeletenah tu...ketentuan pemaksanya ada kah??saya kurang paham.
DeletePak Dahlan Iskan dah buat gebrakan koq... BUMN-BUMN dia wajibkan untuk menyediakan ruang menyusui, sdh beliau mulai sewaktu msh menjadi Dirut PLN
ReplyDelete